Archive for October, 2014

Jangan Jadi ‘Pasien Pasrah’ Agar Hasil Pengobatan Lebih Efektif

Radian Nyi Sukmasari – detikHealth
Selasa, 14/10/2014 18:58 WIB
Jakarta, Ketika berobat, biasanya pasien cenderung menerima obat apa yang diresepkan oleh sang dokter. Semestinya, pasien pun harus kritis dan banyak bertanya untuk mendapat info suatu obat pada dokternya lho supaya pengobatan lebih efektif.
“Sebagai bentuk evolusi perlu diubah mindset ‘pasien pasrah’ menjadi konsumen yang bijak. Hubungan dokter dan pasien itu harus seperti klien dan konsumen jadi dokter terbuka memberi informasi kepada pasien dan pasiennya bebas mencari info tentang obat dan kondisinya,” kata dr Purnamawati SpA dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba.

Hal itu disampaikan dr Purnamawati di kantor Kemenkes, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (14/10/2014) karena penggunaan obat salah satunya antibiotik yang tidak bijak bisa menimbulkan resistensi pada bakteri penyebab infeksi. Maka dari itu, dr Purnamawati dengan tegas mendorong pasien untuk giat mencari tahu, bertanya, dan berbagi.

“Saat konsultasi dengan tenaga kesehatan, bertanyalah sampai Anda mendapat informasi yang jelas. Jangan sungkan bertanya info tentang kandungan obat, cara kerja, efek sampingnya, lalu tidak boleh dipakai kalau kondisi apa, kemudian soal harganya,” papar dr Purnamawati.

Tak ada salahnya pula Anda meminta diagnosis dengan bahasa kedokteran supaya bisa mencari informasi dari sumber yang memadai. Sementara itu, Prof dr Taralan Tambunan, SpA(K) menambahkan dokter pun harus turut aktif memberi informasi selengkap-lengkapnya untuk pasien. Dalam pemberian obat pun harus bijak, masuk akal dan rasional. Pedoman tersebut dikatakan Prof Taralan terdiri dari 7 prinsip benar.

“Kita sebagai dokter harus benar diagnosis, indikasi penyakit, pilihan obat, dosis, interval lama pengobatan, rute pemberian, dan ketepata tepat waktu, serta tepat memberi info. Misalnya saja kalau nulis obat 3x sehari sebaiknya tiap 8 jam sekali karena tiga kali bisa saja tidak pagi, siang, dan malam,” papar Prof Taralan.

Terkait penggunaan antibiotik yang bijak, pada 16 Oktober menatang Kemenkes akan meresmikan komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi antibiotik dengan bijak. Program pengendalian resistensi antimikroba juga diberlakukan di RS dan bagi tenaga kesehatan agar lebih bijak dalam memberikan antibiotik untuk pasien.

Menurut Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan dr H Chairul R Nasution, SpPD, KGEH, FINASIM, MKes, berdasarkan riset beberapa kuman sudah kebal terhadap antibiotik karena penggunaan yang kurang tepat, pemberian antimikroba tidak sesuai indikasi dan kebiasaan masyarakat mengonsumsi antibiotik secara bebas.

“Kita juga perlu lakukan upaya supaya apotik tidak memberi bebas jika ada masyarakat yang membeli antibiotik. Untuk masyarakat, gunakanlah antibiotik seperlunya saat dibutuhkan, patuhi penggunaannya dan ketika diresepkan tanyakan apakah sudah sesuai. Juga jangan memaksa agar diresepkan antibiotik,” kata dr Chairul.

Sumber : Detik

Leave a comment »

Antibiotik si ‘Obat Dewa’, Sering Diberi pada Anak Meski Cuma Sakit Ringan

Radian Nyi Sukmasari – detikHealth
Selasa, 14/10/2014 19:48 WIB

Jakarta, Wajar jika orang tua khawatir saat si kecil sakit, misalnya demam, batuk, dan pilek. Bahkan terkadang, ada pula yang nekat memberi putra putrinya antibiotik agar cepat sembuh meskipun kenyataannyannya si anak tidak terinfeksi bakteri.

Menanggapi hal ini, dr Purnamawati SpA dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba mengungkapkan berdasarkan penelitian, anak adalah populasi yang paling terpapar penggunaan antibiotik. Sudah pasti, penyebabnya karena mereka sering sakit.

“Dalam setahun balita bisa 8-12 kali sakit. Tapi kan sakit ringan seperti demam, batuk pilek, diare, muntah. Disebut ringan sifatnya self limiting, sembuh sendiri. Penyebabnya juga virus dan antibiotik tidak bisa menyembuhkan,” kata dr Purnamawati.

Pemberian antiboiotik untuk penyakit yang memang tidak disebabkan infeksi bakteri pastinya tidak akan menimbulkan hasil. Oleh karenanya, dr Purnamawati sangat mengajurkan ketimbang ‘meracik’ obat sendiri termasuk dengan membeli antibiotik di apotek, lebih baik bawa anak ke dokter jika kondisinya tak membaik.

“Penyakit sehari-hari di mana anak butuh antibiotik misalnya infeksi saluran kemih. Kalau sudah diketahui sakitnya itu, kita cari penyebabnya apa lalu cari antibiotik yang sesuai untuk bakteri tersebut,” lanjut dr Purnamawati di kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Senada dengan dr Purnamawati, selaku Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba dr Anis Karuniawati SpMK, PhD mengatakan saat anak demam 3 hari tidak seyogianya langsung diberi antibotik. Sebab, virus juga bisa menyebabkan demam pada anak.

“Makanya ada pemeriksaan penunjang untuk menemukan ada infeksi virus atau bakteri. Dulu memang saat baru ditemukan Flemming, antibiotik dianggap sebagai ‘obat dewa’ karena dulu memang penyakitnya kebanyakan infeksi bakteri. Kalau sekarang kan mesti kita teliti lagi,” kata dr Anis.

Oleh karena itu, ia menyarankan sebaiknya orang tua tak asal memberi antibiotik pada anak saat sakit. Ketika membawa berobat ke dokter pun diharap orang tua bisa lebih kritis dan aktif. Apalagi, meskipun kecil, bakteri memiliki daya tahan yang besar untuk melindungi diri sehingga tidak bisa dilakukan eradikasi murni, yang dapat dilakukan ketika terjadi infeksi bakteri yakni memperlambat resistensi dan mencegah transmisinya.

Sehubungan dengan pembelian antibiotik, Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian drs Bayu Teja Muliawan, M.Pharm, MM, Apt menegaskan peresepan antibiotik termasuk kategori obat keras. Sehingga, pembeliannya harus dengan resep dokter. Maka dari itu perlu ada pendidikan bagi masyarakay bagaimana penggunaan antibiotik yang benar.

“Kita galakkan juga agar apoteker di RS atau faskes lainnya untuk memberi informasi yang benar tentang obat-obat apa saja yang diberikan, jenis dan penggunaannya, kapan harus berhenti. Masyarakat juga jangan ragu minta info dari apoteker. Pemerintah melalui BPOM juga melakukan monitor dan pengawasan terhadap distirbusi antibiotik,” terang Bayu.

Sumber : Detik

Leave a comment »